Saturday, July 28, 2012

Ava and Toilet Training


Bukan menjadi ibu namanya kalau tanpa jatuh bangun. Kendati saya jarang sekali menunjukkannya ke suami, keluarga, atau bahkan ke anak itu sendiri. Biasanya cukup urut dada, atau gak pilih malam hari untuk nangis seperti anak kecil (true story). Maksimal keluhan yang saya bisa ungkapkan secara langsung mungkin hanya sebatas ngedumel dengan  tak lupa senyum.
Contohnya saat mulai mengajari Ava untuk buang air secara mandiri a.k.a toilet training. Susah-susah gampang dan karena saya harus bekerja juga, jadi perlu waktu cukup lama untuk membelajarinya. Karena cuma di bantu ibu dirumah, saya enggak terlalu memaksakan ibu saya untuk terus mendampingi. Jadinya cukup lama dan bertele-tele. Kadang niat itu datang, kadang nggak.

Waktu si Ava sudah berumur 2 tahun, selain weaning, saya berniat untuk melatih dia. Ternyata lebih mudah menyapih yang cuma bersusah-susah tiga hari saja. Dan dia lulus disapih. Setelah itu dilanjut ngajarin dia pipis di kamar mandi. Masih dengan pake clodi dan karena belum tahu frekuensi buang air kecilnya gimana. Dan gak ada yang tahu si Ava bisa aja tiba-tiba main di tempat yang biasa dipake sholat keluarga. Jadi hanya makein dia celana dalam sepertinya belum tepat.
Saya kerja dari jam 9 sampe 5 sore, dan kadang malamnya si Ava saya ajak keluar jalan-jalan atau belanja. Jadi tentu saya mau tidak mau akhirnya minta tolong ibu untuk melatih dia. Waktu itu juga sudah dibelikan potty training, ini untuk jaga-jaga pup aja sih karena kalo pipis langsung cus ke kamar mandi. Yang cuma dipake sekali. Pemakaian kedua, dia cuma duduk-duduk sante aja tanpa buang apa-apa. Sisanya berakhir di pojokan campur tumpukan mainan dia. Abandoned (untung belinya waktu itu dapet diskon :))

Selama beberapa bulan si Ava dilatih dengan tidak teratur. Karena alasan:

  • Saya kerja, ibu memang dirumah membantu, tapi orangnya juga suka pergi-pergi ngajak Ava main kerumah temannya. Apa daya. Ini alasan utamanya, gak disiplin jadi gak terbentuk kebiasaan.

  • Tiap kali niat, saya ajak ke kamar mandi, dia cuma jongkok sante, nggak keluar apa-apa, pipispun enggak apalagi pup. Saya sedikit parno jangan-jangan dia kecanduan popok, kan tiap dia buang air, daerah itunya anget langsung dicover ama popok. Di kamar mandi dingin, dia ogah.

Saya ini orangnya, walaupun sudah baca pengalaman ibu-ibu lain di web, blog, dan lain lain, tanya langsung ke teman-teman sesama ibu muda, tetap ada anggapan semua itu too good to be true. Kenyataan yang saya hadapi sama sekali beda. Jadi saya ambil inisiatif aja.
Bangun tidur harus lepas popok - langsung dibawa ke kamar mandi, coba disuruh pipis, kalau gak mau, ya sudah - tetap pakai celana saja tanpa popok - ngompol? Resiko. Dengan catatan singkirkan kasur kecil yang selalu di depan TV, dan segera pel bekas ompol sebersih-bersihnya, biar rempongnya gak parah-parah amat - pup? Ini juga resiko. Walau kadang saya menangis dalam hati tiap dia pup di celana tanpa popok - ini berlangsung sampe setelah Isya', setelah itu saya pakein dia popok lagi sampai pagi berikutnya.

Memang rempong sekali. Yang tadinya cuci pakaian dia 4-5 hari sekali, sekarang harus tiap hari biar nggak dobel. Dan (ini nggak tahu bisa disebut untungnya atau sayangnya) ibu mirip banget dengan saya. Moody. Kadang dia langsung bantuin cuci, atau kalau lagi males, ya dibiarin menumpuk begitu saja. Kalau tidak salah ingat, hampir sebulan terus seperti itu. Sampai suatu saat, waktu Ava sudah pakai popok, tiba-tiba dia bilang, "Mutti, aku pipis" sambil kakinya agak ngangkang mirip orang risih. Emak ini langsung bersorak, kemajuan. Setidaknya dia sudah biasa kena rembesan pipis yang saya pikir lama kelamaan bikin dia terganggu.

Dan besoknya, dia sudah mau pipis di kamar mandi. After half-hearted, failure attempt, Number1 toilet training = success. Number2 a.k.a pup? Ini yang masih susah. Kadang langsung dibawa ke kamar mandi, dia cuma jongkok pipis aja, walau jelas-jelas dia kebelet. Kalaupun number2 sampai keluar, itu nggak maksimal, tandanya nanti masih harus dikeluarin lagi. Jadi saya cukup berpuas diri dengan dia buang number2 di celana dulu. Setidaknya, dia tahu waktunya number2 dia jongkok rapi didepan kamar mandi (emak yang bakal sikat-sikat ini gak terlalu tersiksa hehe).


Yah suatu saat pasti dia akan bisa, tidak perlu memaksa tapi tetap diajak untuk bisa buang air mandiri. The feeling is mutual, right, Ava? Semoga jadi anak yang mandiri di segala hal ya nanti.. Amin.

1 comments:

Post a Comment